Assalamu'alaikum teman-teman, saat nge-post ini, adalah hari dimana kami akan meninggalkan asrama. Hari terakhir asrama dikosongkan. Namun aku ingin mengenang kisah kita di Rusunawa Siti Walidah ini dalam beberapa postingan.Berawal dari asal mula jadi musyrifah. Dan dapat dipastikan ini adalah postingan terakhir yang aku tulis di asrama.
Menjadi Musyrifah
Saat itu memasuki semester 5. Asrama sudah di launching dan
siap untuk dihuni. Butuh beberapa musyrifah. Saat itu, Nisa sahabat ku telah
duluan dipanggil sama fakultas. Jadi intinya Nisa direkomendasikan oleh
fakultas bersama Mbak Roli Sagita. Dan aku yang masih di kampung pada waktu
itu, dihubungi sama Bang Nover. Menanyakan kesiapanku. “Siap nggak tinggal di
asrama? Jadi musyrifahnya. Fasilitas lengkap. Nengsi nggak bayar. Tapi
syaratnya hafal minimal 2 juz hafalan qur’an”
Saat Perpisahan dengan Teknisin Kak Munir diganti Pak Yusuf |
Lalu bertanya lah apa itu musyrifah? Apa tugasnya? Apa aja
syaratnya selain hafalan. Aku pun juga menjelaskan bahwa aku belum hafal
sebanyak 2 juz itu. Aku baru hafal juz 30. Dan itu tidak semua surat aku hafal.
Masih ada yang belum hafal. Beliau bilang nanti bisa dihafal saat sudah di
asrama (ya walaupun sampe sekarang program hafal qur’an atau tahfidz itu belum
berjalan semestinya. Pernah juga kita hampir ngikuti program tahfidz bagi
musyrifah di pesantren Al-Fida pulang hari. Namun tidak juga berjalan karena
beberapa kendala.
Dan akhirnya aku menyetujui. Saat tiba di Bengkulu aku nemui
Pak Susiyanto. Saat itu beliau direktur Radio Jazirah Fm. Sekarang beliau sudah jadi Wakil Rektor 3
UMB. Katanya aku adalah orang pilihan yang dipercayai Radio Jazirah untuk mengemban
amanah itu. Salah satu bentuk pengabdian di Muhammadiyah. Saat itu kami diiming-imingi juga akan ada
uang transport dari asrama. Namun nyatanya tidak ada. Wkwk.. jadi murni ikhlas
pengabdian.
Walau ada gonjang-ganjingnya, over all kami menikmati peran
kami sebagai musyrifah. Menjadi panutan, contoh, teladan, figure bagi
adek-adek. Menjadi kakak, sahabat, keluarga dan orang tua untuk mereka yang
siap dengarkan curhatan dan keluhan dari mereka. Yang harus menebar manfaat dan
membawa mereka menjadi lebih baik. Kami bukan manusia yang sempurna. Apalagi
posisi kami sama-sama mahasiswa. bahkan ada yang sebaya dan ada yang lebih tua
dari kami. Waktu itu kami semester 5. Sementara teman-teman juga ada yang
semester 5 pula. Namun meski kami pun juga banyak salah dan khilaf, apalagi
musyrifah yang tanpa bekal. Lebih jauh lagi saya yang latar belakang bukan dari
pesantren, ini jadi tantangan tersendiri bagi saya. Berbekal kepercayaan dan
tanggung jawab terhadap amanah serta motivasi diri untuk menjadi pribadi yang
lebih baik lagi saat berada disana dan menjadi musyrifah.
Kami menjalani persahabatan kepada sebagian besar penghuni
sini. Walau tak semuanya mampu kami rangkul Karena pribadi mereka yang tertutup
sehingga sulit untuk dimengerti.
Tantangan bagi kami disini menghadapi beragam kepala dengan
latar belakang yang berbeda. Sempat merasa sulit menghadapi mereka. Mereka yang
wataknya keras, yang ingin bebas, tidak ingin diatur atau di kekang, tidak
mau ngikuti aturan asrama. Duhh Ya Allah.. benar-benar buat
pusing. Pernah ribut juga. Ya maklum, sesama jiwa
muda yang lagi panas-panasnya pun bergejolak. Disitulah muncul para penengah. Atau atas kesadaran sendiri untuk tidak memperpanjang masalah.
Saya baru dengar tentang musyrifah. Sepertinya kegiatannya seru ya mbk, berkumpul di lingkungan yang islami dan teman-teman yang baik agamanya bisa membawanya dampak yang positif banget
BalasHapus