Air Mata
Dosa
Malam yang indah dengan
bintang-gemintang bertebaran di langit Allah. Dihiasi bulan sabit yang sempurna
melengkung. Nampaklah awan yang ternyata perlahan-lahan ingin menutupi bulan,
membuatnya sedikit menjadi berkabut. Jam beker mungil di kamarku menunjukan pukul 03.30 pagi. Tiada satupun yang bersuara,
manusia terlelap dalam tidurnya masing-masing. Para binatang, tumbuhan , semua makhluk
hening. Sebagian manusia mungkin sedang berdzikir memuji kebesaran Allah.
Sunggu nikmat Allah tiada batasnya.
Di malam yang seperti ini
hanya orang tertentu dan orang-orang pilihan Allah saja yang terbangun. Merayu
Allah melalui do’a-do’a, mendekati Allah, dan berdua-duaan dengan Allah dikala
kebanyakan manusia malah terlelap dalam mimpinya yang indah. Alhamdulilah,
selesai sudah Qiyamul Lail ku yang mulai terbiasa aku lakukan. Dilanjutkan
dengan membaca Al-Qur’an sembari menunggu waktu subuh tiba.
Begitu indah cara Allah
mencintaiku, membuka mata hatiku yang telah lama tertutup oleh keegoisan.
Tertutup oleh hati yang belum mampu menerima kebenaran. Ketika hidayah itu
belum kudapatkan.
Namaku Ingga. Ingga Anandita
tepatnya. Aku terlahir sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Aku meiliki
seorang kakak yang akan wisuda tahun ini. Dulu, aku adalah Ingga yang nakal,
yang hobi keluyuran, pergi bersama teman-teman se-geng, karokean, pacaran,
dan banyak lagi kegiatan buruk lainya. Kami melancong kemana saja kami mau.
Bahkan sampai di luar kota Bengkulu. Jalan-jalan yang sangat menyenangkan.
Terkadang jogging bersama, ataupun mandi pantai. Kami menikmati semua
itu sebagai pelepas lelah setelah seminggu kuliah dengan jadwal yang padat.
Kuliah dan aktif dalam komunitas social yang aku ikuti.
Aku dengan sifat tomboy
ku. Memakai celana jeans, jilbab segi empat tipis yang aku pasangkan ala
kadarnya, serta sepatu kets hitam sebagai pelengkap busana. Aku mulai bersiap untuk pergi lagi. Membawa motor
King milik kakakku satu-satunya, karena motor matic yang satunya lagi dibawa
ibu ke pasar.
Apalagi yang kami lakukan
selain dari makan-makan, jalan-jalan, foto-foto selfi dengan mencari sudut pandang
terindah dari setiap sisi, lalu mengunggahnya ke media social. Foto-foto kami
bertebaran di Facebook, BBM, Whatsapp, bahkan juga di instagram. Terkadang juga
kami nonton di bioskop. Nonton film terupdate.
Iyaa.. itulah sosok Ingga
yang dahulu.
Tapi sekarang aku bukan
lagi Ingga yang labil. Yang sedikit-sedikit selfi, lalu upload. Sekarang inilah
Ingga yang sebenarnya, diriku yang aku cintai.
Semua berawal dari sebuah
forum diskusi pada acara seminar yang diadakan kampus, sosok lelaki yang sangat
mempesona bagiku. Seseorang yang membuatku terkagum-kagum. Iyaa.. awalnya semua
memang karena lelaki. Bukankah setiap orang punya jalan hidayahnya
masing-masing?, begitupun aku. Lelaki ituuu.. yang sampai saat ini wajahnya
selalu ku ingat meski aku tak tau ia ada dimana. Begitu aktif mengikuti setiap
sesi dari seminar. Membuatku terkagum-kagum selain juga karena wajahnya yang
tampan.
Aku yang saat itu memang
masih polos, tapi sudah pecicisan dan bisa di bilang tidak tau malu
memberanikan minta no.hp nya. Dan malamnya aku chatting melalui whatsapp.
“Assalamualaikum, Kak?”
sapaku
Lama tak ada balasan.
Lalu hp ku bordering. Dan ada balasan darinya,
“Wa’alaikumussalam, ini
dg siapa”
Mulailah aku
memperkenalkan diri. Kami saling bertanya diri masing-masing. Ternyata dia
kuliah di kampus yang sama denganku. Hanya saja kami beda fakultas dan lokasi
kampus kami juga beda. Dia jurusan hukum.
Sejak saat itu aku rajin
sekali chat dia. Dan seakan tak bertepuk sebelah tangan, ia juga rajin
membalas pesanku. Kadangkala ia yang chat duluan. Chat tidak penting. “Lagi
apa? Sudah belajar? sudah makan? sudah mandi?, dll”. Benar-benar pertanyaan
yang basa-basi. Tapi aku bahagia. Kami dekat sekali. Sampai pada suatu hari ia
menyatakan cinta kepadaku. Mungkin itulah yang dinamakan kebahagiaan sesaat.
Namun semua itu terhenti
kala aku sedang hunting dengan teman se-geng, aku memergokinya
berjalan berduaan dengan begitu mesra. Aku benar-benar marah. Aku kecewa dan
benci kepadanya. Sejak saat itu tanpa meminta penjelasan, aku langsung
menghapus semua kontaknya. Memblokir semua akun media social denganya. Bahkan
aku pun ganti no.hp..
Mungkin Itu teguran
untukku, karena telah menduakan cinta Allah. Mencintai seseorang yang bukan muhrim. Aku terpuruk,
kuliahku amburadul, aku juga jadi orang yang pemurung. Maklum, itu adalah cinta
pertama yang aku rasakan. Aku memang terkenal anak yang cuek. Masa bodoh dengan
laki-laki. Jadi itulah sekali aku jatuh cinta, lalu dikhianati, aku benar-benar
kecewa.
Hingga pada suatu hari,
aku mengikuti sebuah kajian yang diadakan oleh salah satu organisasi
kepemudaan. Awalnya aku malas untuk ikut. Aku tidak suka ikut-ikut kajian. Aku
lebih suka pergi ke konser music, atau pun sebuah atraksi. Tapi karena temanku
memaksa dan dia tidak ada teman lain yang mau di ajak pergi, akupun menurut.
Disana, aku begitu
tertarik dengan kajian yang disampaikan ustadz kondang kota kami. Ustadz Malik
Asyraf. Aku selalu teringat apa yang beliau katakan, ”Ketika manusia mencintai
manusia lainya dengan seribu alsan, namun Allah mencintai manusia tanpa
alasan”. MasyaAllah.. hatiku benar-benar tersentuh. Aku ikuti kajian itu dengan
serius sampai akhir. Dan akupun sempat bertanya pada saat sesi pertanyaan.
“Ustadz, bagaimana cara
kita mencintai Allah?” itu pertanyaanku yang sebelumnya aku ceritakan dahulu pada
beliau bahwa aku pernah berharap kepada manusia lalu aku kecewa. Lalu ustadz
menjelaskan kepadaku dengan sangat rinci. Aku mengangguk-angguk tanda setuju
dan mengerti. Dan lebih membuatku bahagia lagi, aku mendapatkan nomor handphone
si Ustadz. Aku mulai aktif ikuti setiap kajiannya. Bukan hanya kajian Dari
ustadz ini, namun kajian-kajian dari ustadz kondang yang lain juga. Tak puas di
dalam forum, aku cari kajian-kajian lain di youtube.
Disana aku mulai hijrah,
dari kajian Allah mempertemukanku dengan seorang akhwat. Yang sejak kenalan itu
kami menjadi semakin akrab, ia wanita yang sholehah. Berhijab panjang dan juga
aktifis dakwah. Ia yang menjadi sahabatku saat ini. Yang selalu tau info
seputar kajian dan senantiasa mengajakku untuk ikut.
Disana aku perlahan mulai
belajar hijrah. Mulai mengganti cara berpakaian, mulai membaca buku-buku agama,
menahan diri agar tidak memposting foto-foto dan bahkan menghapus foto-fotoku
yang lama.
Semakin hari ku merasa
diri ini sangat berdosa. Beberapa kali aku tenggelam dalam air mata penyeslan.
Mengadu kepada Allah. Setiap kali dibacaka surat Ar-Rahman, aku selalu
terhenyak. Setiap kali dibaca sholawat, rindu akan Rasulullah kian mendera.
Di
media social akupun mengikuti fanspage dakwah, begitupun instagram. Pernah ada
seseorang yang mengirim sebuah artikel tentang bahaya foto selfi bagi wanita.
Yaitu bisa membuat laki-laki berpenyakit menjadi menatap, lalu menghayal, dan
bahkan bergairah hanya dengan melihat foto. Astaghfirullah, Na’udzubillah. Merindung
aku membacanya. “Aku tidak meninggalkan satu godaan pun yang lebih membahayakan
para lelaki selain fitnah wanita”. (HR.Bukhari-Muslim)
Ya
Allah maafkanlah aku yang dahulu. Yang pacaran, yang selalu foto-foto,
mengupload dan wajahku di tatap setiap lelaki bukan mahram, yang berpakaian asal
pakai, yang berhijab tapi rambutnya kelihatan, dan yang lebih memilih nonton
konser music ketimbang ikut kajian.
Ya
Allah terimalah taubatku, aku bersimpuh dihadapanmu. Mengakui segala kesalahan
masa lalu dan memohon ampunanmu. Tuntun aku agar senantiasa berada di jalanmu.
Tuntun aku agar selalu dekat denganmu. Aku ingin mencintai-Mu dan mencintai
Rasul-Mu melebihi apapun yang ada di dunia ini. Kumpulkan kami di Jannah-Mu
bersama Rasulullah, aku rindu Ya Allah, Aamiin… sekali lagi aku berurai air
mata dalam tahajudku. Air mata rindu, air mata penyesalan, air mata dosa.
Tidak ada komentar
Thanks udah mampir. Jangan lupa tinggalkan komentar ya. No SARA. Syukron Jazakallah..😊